Dugaan Manipulasi Impor Tapioka Yang Rugikan Petani, Jadi Sorotan Anggota DPRD Lampung

Uncategorized14 Dilihat
banner 468x60

Bandarlampung – Anggota Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Fauzi Heri menyoroti dugaan manipulasi impor tapioka yang bisa merugikan petani dan industri dalam negeri. Menurutnya modus yang dilakukan beragam, di antaranya ada kemungkinan importir memainkan kode HS (Harmonized System) untuk menghindari tarif tinggi.

Selain itu politik dumping yang dilakukan negara asal dapat menyebabkan tapioka impor dibeli dengan harga rendah. Oleh karena itu perlu kajian mendalam tentang impor tapioka untuk melindungi harga singkong petani lokal.

banner 336x280

“HS Code 1108.14.00 untuk tepung tapioka bisa saja dimanipulasi menjadi kode lain dengan tarif lebih rendah. Selain itu, bisa juga karena adanya politik dumping. Jika ini benar terjadi, maka kita harus mengusulkan Bea Masuk Antidumping agar harga singkong petani tidak jatuh akibat persaingan tidak sehat dengan tapioka impor,” tegas Fauzi Heri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perwakilan pabrik tapioka, Selasa (11/3/2025) di Kantor DPRD Provinsi Lampung.


Fauzi mengatakan, jika impor tapioka terus meningkat secara drastis dan mengancam industri dalam negeri, Pansus dapat merekomendasikan penerapan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2011.

“Kita bisa mengusulkan bea masuk tinggi atau tarif barrier serta menetapkan berapa kuota impor tapioka setiap tahun. Namun, kebijakan ini harus dikaji dengan cermat karena negara-negara ASEAN memiliki perjanjian pasar bebas dengan tarif bea masuk nol,” lanjutnya.


Pabrik Diminta Buka 24 Jam, Petani Butuh Uang Jelang Lebaran

Sementara itu, Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas meminta pabrik tapioka di tujuh kabupaten untuk tetap melayani pembelian singkong petani. Ia menyoroti kebijakan buka-tutup pabrik yang menyebabkan antrean panjang truk pengangkut singkong hingga berhari-hari, dan merugikan petani karena kualitas singkong menurun.


“Jangan seperti sekarang ini, perusahaan buka-tutup, sehingga petani harus menunggu tiga hari baru bisa bongkar muatan. Kualitas singkong turun, harga ikut merosot. Jika perlu, pabrik buka 24 jam, apalagi sebentar lagi Idul Fitri, petani butuh uang untuk lebaran,” ujarnya.


Namun, perwakilan PT Muarajaya R Harun Nurdin mengungkapkan bahwa pabrik kesulitan menyerap singkong petani dalam jumlah besar karena harga tapioka impor jauh lebih murah dibanding harga yang telah ditetapkan Kementerian Pertanian, yakni Rp1.350 per kilogram.


“Kami sepakat agar pemerintah segera memberlakukan larangan dan pembatasan impor tapioka serta bahan penggantinya. Ini demi menjaga harga singkong tetap stabil bagi petani,” jelasnya.

Dorongan Pembentukan Asosiasi Pabrik Tapioka

Sebagai langkah strategis, Fauzi Heri menjelaskan Pansus Tata Niaga Singkong juga mendorong pembentukan asosiasi pabrik tapioka di Lampung. Lima perwakilan pabrik telah ditunjuk sebagai tim formatur untuk menyusun struktur organisasi asosiasi ini.


Asosiasi pabrik produsen tapioka itu direncanakan akan menjadi wadah perwakilan yang menjembatani kepentingan para penguasaha tapioka di Lampung. Dengan adanya asosiasi, diharapkan ke depannya pemerintah memiliki data akurat tentang kapasitas produksi dalam negeri sehingga kebijakan impor bisa lebih tepat sasaran.


“Selama ini asosiasi pabrik produsen tapioka tidak berjalan, sehingga pemerintah kesulitan mendapatkan informasi akurat terkait jumlah produksi dalam negeri. Ini harus kita perbaiki agar kebijakan yang diambil benar-benar melindungi petani dan industri lokal,” kata Fauzi Heri. (*)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *