Menakar Kualitas Kerja Ichwan Aji Wibowo Diantara Dua Kursi Empuk

Berita, Politik40 Dilihat
banner 468x60

Satu Orang, Dua Jabatan, Nol Kinerja

Dalam dunia birokrasi yang seharusnya mengutamakan profesionalisme dan akuntabilitas, muncul fenomena yang menampar wajah pelayanan publik di Bandar Lampung. Ichwan Adji Wibowo, seorang Aparatur Sipil Negara yang merangkap jabatan sebagai Camat Teluk Betung Selatan sekaligus Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Bandar Lampung, kini menjadi sorotan publik karena kinerja yang dinilai tidak maksimal di kedua posisi strategis tersebut.

banner 336x280

Pertanyaan mendasar yang harus dijawab: Bagaimana mungkin seorang manusia dapat menjalankan dua tugas berat secara bersamaan dengan optimal, ketika masing-masing jabatan membutuhkan dedikasi penuh waktu, tenaga, dan pikiran?

Anatomi Rangkap Jabatan: Ketika Ambisi Mengalahkan Akal Sehat

Rangkap jabatan yang diemban Ichwan Adji Wibowo bukan sekedar masalah administratif, tetapi cerminan dari mentalitas birokrat yang rakus kekuasaan dan mengabaikan esensi pelayanan publik. Mari kita bedah kompleksitas tugas yang seharusnya dijalankan:

Sebagai Camat Teluk Betung Selatan, ia bertanggung jawab atas:

  • Koordinasi pelaksanaan kebijakan pemerintah di tingkat kecamatan
  • Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan
  • Pelayanan masyarakat yang meliputi administrasi kependudukan, perizinan, dan berbagai layanan publik lainnya
  • Koordinasi upaya penyelenggaraan ketertiban dan keamanan
  • Pemberdayaan masyarakat dan pembangunan di wilayah kecamatan

Sebagai Kepala Dinas Ketahanan Pangan, ia harus mengelola:

  • Perumusan dan implementasi kebijakan ketahanan pangan kota
  • Pengawasan keamanan dan mutu pangan
  • Koordinasi distribusi dan stabilisasi harga pangan pokok
  • Pembinaan petani dan pelaku usaha pangan
  • Penanganan rawan pangan dan gizi buruk

Jika dijumlahkan, kedua jabatan ini membutuhkan minimal 16 jam kerja efektif per hari—dan itu belum termasuk waktu untuk berpikir strategis, koordinasi, dan evaluasi. Bagaimana mungkin seseorang bisa menjalankan tugas seberat ini dengan maksimal?

Indikator Kinerja yang Mengkhawatirkan

Dugaan kinerja tidak maksimal Ichwan Adji Wibowo bukanlah tuduhan tanpa dasar. Beberapa indikator menunjukkan adanya masalah serius dalam pelaksanaan tugas di kedua jabatan:

Di Bidang Kecamatan Teluk Betung Selatan:

  • Lambatnya pengurusan administrasi kependudukan yang menjadi keluhan rutin warga
  • Kurangnya koordinasi dengan kelurahan-kelurahan dalam implementasi program pemerintah
  • Minimnya inovasi pelayanan publik yang seharusnya menjadi prioritas di era digitalisasi
  • Lemahnya respons terhadap aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui berbagai kanal

Di Bidang Ketahanan Pangan:

  • Fluktuasi harga pangan yang tidak terkendali dengan baik
  • Minimnya program edukasi kepada masyarakat tentang keamanan pangan
  • Lemahnya pengawasan terhadap distributor dan pedagang pangan
  • Kurangnya inovasi dalam program ketahanan pangan berbasis kearifan lokal

Dilema Fisik dan Mental: Hukum Alam Melawan Ambisi

Secara fisik dan psikologis, manusia memiliki keterbatasan yang tidak bisa diabaikan. Ichwan Adji Wibowo, sebagai manusia biasa, tunduk pada hukum alam yang sama dengan kita semua: satu hari tetap 24 jam, stamina tetap terbatas, dan konsentrasi tidak bisa dipecah tanpa mengurangi kualitas.

Ketika seseorang memaksakan diri menjalankan dua jabatan strategis secara bersamaan, yang terjadi adalah:

  1. Pembagian perhatian yang tidak optimal – Fokus terpecah antara dua tanggung jawab besar
  2. Kelelahan kronis – Beban kerja ganda menyebabkan penurunan kualitas keputusan
  3. Stress berkepanjangan – Tekanan dari dua sisi berbeda mengganggu kemampuan berpikir jernih
  4. Delegasi berlebihan – Tugas-tugas penting diserahkan kepada bawahan tanpa supervisi memadai

Hasilnya adalah pelayanan publik yang setengah hati di kedua sektor.

Dampak Sistemik: Kerugian Berlipat untuk Masyarakat

Kinerja tidak maksimal seorang pejabat yang merangkap jabatan tidak berdampak pada dirinya sendiri, tetapi merugikan ribuan bahkan puluhan ribu masyarakat yang seharusnya dilayani dengan optimal.

Kerugian di Sektor Pemerintahan Kecamatan:

  • Pelayanan administrasi yang lambat merugikan warga yang membutuhkan dokumen untuk berbagai keperluan
  • Program pembangunan yang terhambat karena koordinasi yang tidak efektif
  • Hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan di tingkat kecamatan

Kerugian di Sektor Ketahanan Pangan:

  • Risiko keamanan pangan yang tidak terpantau dengan baik dapat membahayakan kesehatan masyarakat
  • Ketidakstabilan harga merugikan konsumen dan produsen
  • Program ketahanan pangan yang tidak optimal mengancam ketahanan pangan jangka panjang

Analisis Kebijakan: Mengapa Rangkap Jabatan Diizinkan?

Pertanyaan fundamental yang harus dijawab adalah: Mengapa sistem birokrasi Bandar Lampung mengizinkan satu orang merangkap dua jabatan strategis? Ada beberapa kemungkinan yang sama-sama mengkhawatirkan

Pertama, krisis sumber daya manusia. Jika alasannya adalah kekurangan SDM yang kompeten, ini menunjukkan kegagalan sistem rekrutmen dan pengembangan pegawai di Pemkot Bandar Lampung.

Kedua, pertimbangan politik. Jika rangkap jabatan ini adalah hasil dari pertimbangan politik atau balas jasa, maka ini adalah bentuk nepotisme yang merugikan pelayanan publik.

Ketiga, efisiensi anggaran yang salah kaprah. Jika alasannya adalah menghemat biaya dengan menggunakan satu orang untuk dua jabatan, ini adalah penny wise pound foolish—menghemat biaya gaji tetapi mengorbankan kualitas pelayanan.

Perbandingan dengan Best Practice: Belajar dari Daerah Lain

Banyak daerah lain di Indonesia yang telah menerapkan prinsip one man one job dalam birokrasi mereka dengan hasil yang menggembirakan:

  • Kota Surabaya dengan sistem pelayanan satu pintu yang efisien karena setiap pejabat fokus pada satu tugas
  • Kabupaten Jembrana yang berhasil meningkatkan kualitas pelayanan dengan spesialisasi jabatan
  • Kota Yogyakarta yang menerapkan sistem rotasi berkala untuk mencegah rangkap jabatan

Mengapa Bandar Lampung tidak bisa menerapkan praktik terbaik yang sudah terbukti berhasil di daerah lain?

Tuntutan Konkret: Sudah Saatnya Berbenah

Menghadapi situasi ini, beberapa tuntutan konkret perlu disampaikan kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung:

Kepada Walikota Bandar Lampung:

  1. Evaluasi segera terhadap sistem rangkap jabatan yang ada
  2. Tetapkan aturan tegas yang melarang rangkap jabatan strategis
  3. Lakukan rekrutmen pejabat baru untuk mengisi kekosongan yang akan timbul
  4. Audit kinerja terhadap semua pejabat yang saat ini merangkap jabatan

Kepada BKD Kota Bandar Lampung:

  1. Review sistem pengangkatan dan rotasi pejabat
  2. Buat standar kinerja yang jelas untuk setiap jabatan
  3. Implementasikan sistem monitoring kinerja yang objektif dan terukur

Kepada DPRD Kota Bandar Lampung:

  1. Lakukan fungsi pengawasan terhadap kinerja eksekutif
  2. Buat regulasi yang melarang rangkap jabatan strategis
  3. Minta pertanggungjawaban atas kebijakan rangkap jabatan yang merugikan pelayanan publik

Pesan untuk Ichwan Adji Wibowo: Pilihan Terhormat

Kepada Ichwan Adji Wibowo, masih ada kesempatan untuk menyelamatkan reputasi dan mengembalikan kepercayaan publik. Anda berada di persimpangan yang akan menentukan bagaimana sejarah akan mencatat nama Anda:

Pilihan pertama: Bertahan dengan status quo dan mempertahankan kedua jabatan dengan risiko terus dikritik karena kinerja yang tidak optimal. Ini adalah pilihan yang egois dan merugikan masyarakat.

Pilihan kedua: Mengambil keputusan terhormat dengan melepaskan salah satu jabatan dan fokus memberikan pelayanan terbaik pada satu posisi. Ini adalah pilihan yang bijak dan menunjukkan integritas sebagai pelayan publik.

Pilihan ketiga: Mundur dari kedua jabatan jika merasa tidak mampu menjalankan tugas dengan optimal. Ini adalah pilihan yang paling terhormat jika memang sudah merasa kewalahan.

Pembelajaran untuk Birokrasi: Jangan Ulangi Kesalahan

Kasus Ichwan Adji Wibowo harus menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh jajaran birokrasi di Bandar Lampung, bahkan Se-provinsi Lampung ini:

  1. Rangkap jabatan strategis adalah resep kegagalan yang terbukti merugikan pelayanan publik
  2. Kualitas lebih penting daripada kuantitas dalam pengelolaan jabatan publik
  3. Spesialisasi menghasilkan keunggulan dibandingkan generalisasi yang setengah-setengah
  4. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam setiap pengangkatan jabatan

Momentum Reformasi Birokrasi

Kasus ini bisa menjadi momentum reformasi birokrasi di Bandar Lampung jika direspons dengan tepat. Masyarakat tidak boleh diam melihat pelayanan publik yang dikompromikan demi kepentingan individu atau kelompok tertentu.

Sudah saatnya Bandar Lampung menerapkan prinsip good governance yang mengutamakan profesionalisme, akuntabilitas, dan transparansi. Sudah saatnya setiap pejabat publik memahami bahwa jabatan adalah amanah, bukan privilese.

Kepada Ichwan Adji Wibowo dan seluruh jajaran birokrasi Bandar Lampung: Rakyat sedang menunggu. Mereka menunggu pelayanan yang prima, bukan alasan yang muluk. Mereka menunggu kinerja yang optimal, bukan janji yang hampa.

Pilihan ada di tangan Anda: menjadi bagian dari masalah atau menjadi bagian dari solusi. Sejarah sedang mencatat, dan rakyat sedang menilai.

Bandar Lampung layak mendapat pelayanan publik yang terbaik. Dan pelayanan terbaik hanya bisa diberikan oleh pejabat yang fokus, kompeten, dan berintegritas—bukan oleh mereka yang rakus jabatan dan miskin kinerja.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *